Jumat, 11 Februari 2011

Politik Kebangsaan (Perspektif Historis)



Setiap rejim pemerintahan yang berkuasa selalu memikirkan cara bagaimana kekuasaan itu bisa bertahan dan diterima oleh seluruh rakyat dengan legitimasi yang kokoh. Sejak masa Soekarno, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, Negara-negara didunia dalam praktik kekuasaan cendrung mencari alat bagaimana pengakuan dan penerimaan publik bisa terus mengalir sehingga ia bisa menjaga institusi negara dalam situasi yang stabil disamping melemahkan segala unsur kekuatan oposisi, baik yang lahir dari basis rakyat sampai gerakan oposisi yang bernaung di tubuh parlemen.
Demikian yang terjadi di Negara Indonesia, setiap pemimpin Negara ini memiliki karakter management kepemimpinan yang sudah menjadi ciri khasnya masing-masing. Akhir-akhir ini muncul beberapa konsep politik yang diterapkan pemimpin Indonesia mungkin tidak baru lagi, akan tetapi mampu mengikat rakyat sehingga konsep tersebut bisa diterapkan untuk mempertahankan kekuasaaan. Sebut saja Politik Pencitraan yang diterapkan Presiden Soesili Bambang Yudhoyono.
Pencitraan positif seorang penguasa akan terus berjalan sebagai strategi yang ampuh dalam meraup dukungan publik secara luas, pola kerjanya mengedepankan peranan media dan kecanggihan teknologi sehingga terbuka pula kesempatan dan peluang bagi praktik kekuasaan yang mengedepankan penguasaan atas simbol dan juga kekerasan secara simbolik. Mungkin bisa kita ingat juga dalam benak pikiran hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Presiden Soeharto, Kenapa Soeharto melakukan politik pencitraan? Sebab banyak rakyat Indonesia yang belum mengenal sosok Soeharto sebelumnya,maka diperlukan segala cara untuk mendongkrak “image” serta memperluas “Soeharto” sebagai pemimpin bangsa pengganti Soekarno….! Soeharto dibuat seolah “suci bersih” dengan membuat “sejarah baru” tentang perjuangan-perjuangannya di masa lalu,padahal setelah  lengser,banyak orang mulai terhenyak dengan “kebusukan-kebusukan″ masa lalunya yang sampai sekarang menjadi pergunjingan banyak orang.
Pencitraan Soeharto mulai redup dengan seiring zaman yang telah berubah,globalisasi ekonomi & informasi telah menyeret Soeharto mulai “tidak disukai” oleh rakyat,khususnya kaum intelektual yang mulai sadar bahwa “image” Soeharto sudah tidak bisa ditolong lagi,dimana korupsi keluarga & kroni-kroninya menyebabkan kemarahan luar biasa bagi rakyat dan pemimpin-pemimpin oportunis (khususnya yang sudah lama tidak “kebagian” korupsi…).
Politik pencitraan dituding sebagai awal naiknya SBY & terpilihnya kembali untuk periode 2009-2014, tapi bisa jadi akan  menjadi “awal” dari kemerosotan popularitas SBY hari-hari kedepan ini. Terbukti 2 tahun setelah periode pemerintahan SBY dan kabinet Indonesia jilid II, kondisi Indonesia dinilai sangat carut-marut, korupsi meraja-lela, ”gurita Cikeas” diungkap & tidak dapat disingkap (karena pengarang bukunya juga orang yang tangguh & mempunyai data pendukung yang valid), skandal demi skandal di lingkungan SBY mulai terkuak, dari skandal seks sampai skandal korupsi, berita kriminalisasi suatu lembaga anti-korupsi menjadi gunjingan, dan yang terakhir menghadapi Malaysia-pun menggunakan alasan ekonomi sebagai landasan untuk tidak berani tegas….!
Lantas konsep politik apakah yang tujuannya  tidak hanya sebagai solusi proses perjalanan suatu bangsa/negara, akan tetapi lebih pada pendidikan perilaku dan budaya politik yang nantinya akan bisa diterima oleh rakyat Indonesia, sehingga nantinya bisa mencakup dari semua kepentingan, tujuan bersama dari seluruh komponen bangsa ini.
Akhir-akhir ini muncul-lah istilah konsep yang mungkin juga bukan merupakan sesuatu yang baru, sebut saja Politik Kebangsaan, yang mengedepankan kepentingan bersama sebagai tujuan akhir yang mungkin bisa diterima semua golongan.
Memang belum ada pakar politik yang mendefinisikan politik kebangsaan ini dengan jelas dan lugas, tapi bisa kita cerna dengan memaknakan dari kedua kata tersebut. Secara makna bahasa “Politik” bisa diartikan sebagai Suatu cara untuk mencapai tujuan bersama, “Kebangsaan” yang berasal dari kata “Bangsa” dalam kamus besar Indonesia diartikan sebagai Golongan Makhluk hidup (manusia, binatang, tumbuhan ) yang memiliki asal-usul sifat khas yang sama, dan juga terdapat imbuhan ke dan akhiran an yang bermakna membentuk kata abstrak. Jadi secara leksikal Politik Kebangsaan bisa diartikan sebagai “Suatu cara untuk mencapai tujuan bersama dari golongan manusia  yang memiliki asal-usul sifat yang sama”.
Politik Kebangsaan diartikan oleh salah satu Tokoh Kyai Pasuruan bernama KH. Sholeh Bahruddin sebagai Politik yang “memanusiakan manusia”, Definisi ini dimaksudkan suatu politik yang diterapkan  dengan memandang tujuan akhir adalah menghormati, menghargai, menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan politik kebangsaan akan tercipta suatu kondisi hubungan komponen bangsa yang harmonis dan mewujudkan kehidupan masyarakat yang makmur, rukun dan damai tanpa ada tunggangan kepentingan individu atau golongan.
Sama halnya dengan politik pencitraan, kalo kita mau mencermati sejarah, politik kebangsaan sebenarnya sudah dilakukan oleh tokoh-tokoh agama pada era penyebaran agama islam di Indonesia (Walisongo), tokoh kerajaan jaman Keemasan Majapahit menyatukan Nusantara (Maha Patih Gajah Mada) dan Tokoh nasional (Ir. Soekarno dan Bung Hatta).
Perjuangan para tokoh diatas sebenarnya kalo dicermati dengan perspektif historis mengandung makna langkah-langkah, strategi politik yang mengedepankan kepentingan bersama dengan tujuan mewujudkan manusia yang bisa menghormati, mengahargai sesame dan juga sebagai bentuk perwujudan kebebasan manusia sehingga terciptalah hubungan yang harmonis, rukun, damai saling berdampingan.
Pertanyaan yang muncul apakah politik kebangsaan adalah solusi bagi bangsa Indonesia? Dibutuhkan kajian dan penelitian yang lebih mendalam jika konsep ini akan diterapkan di Indonesia. Politik kebangsaan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 tidak menutup kemungkinan bisa menjadi alat perwujudan bangsa Indonesia yang bersih dari KKN (kolusi,korupsi,nepotisme), tidak mengedepankan kepentingan individu dan golongan tertentu, sehingga diharapkan akan terwujud bangsa Indonesia yang bermartabat di mata Dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar