Abstrak
Reformasi
administrasi sebagai usaha manusia untuk memperkenalkan perubahan dalam
perilaku dan kinerja administrator. Pada dasarnya upaya seperti ini sengaja
dilakukan dengan menggunakan kekuatan, otoritas dan itu diakukan untuk
perubahan tujuan, struktur atau prosedur birokrasi dan untuk, mengubah perilaku
atau personnalnya. Tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk emperbaiki
kinerja administrasi individu, kelompok, dan lembaga-lembaga serta untuk
memberitahu mereka bagaimana mereka dapat mencapai tujuan operasi mereka lebih
efektif, lebih ekonomis, dan lebih cepat.
Pendahuluan
Perkembangan yang terjadi saat
ini begitu cepat sehingga membutuhkan kemampuan bagi siapa saja untuk mampu
bertahan. Kemampuan dalam menyesuaikan dengan perubahan zaman akan menentukan
tingkat survive seseorang, organisasi dan lain sebagainya termasuk organisasi
pemerintahan pun tidak luput dari kemampuan mereka menyesuaikan dengan
perubahan yang sedang terjadi. Kemampuan penyesuaian ini tidak hanya terjadi
pada tingkat pemerintahan pusat tapi juga di daerah sehingga reformasi
administrasi pemerintahan lokal pun harus dilakukan demi menyeimbangkan dengan
perubahan zaman yang terjadi.
Pembaharuan sistem
administrasi adalah merupakan salah satu hal yang paling penting dalam sistem
administrasi publik yang memiliki peran dalam melakukan proses transformasi
nilai yang terarah pada pencapaian tujuan dari pemerintahan. Karena
administrasi publik memiliki peran dalam proses pencapaian tujuan sebagaimana
yang disebutkan diatas maka tentunya administrasi publik memiliki peran yang
sangat vital. Dalam hal ini, Keban mengemukakan bahwa administrasi publik
sebagai the work of government memiliki peran atau pengaruh yang sangat vital
dalam suatu Negara (Keban; 2008;15). Untuk menjadi baik maka tentunya penyelenggaraan
pemerintahan negara harus dilaksanakan dengan visi dan misi yang jelas dan
menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Tugas pemerintah dalam
proses pembangunan bangsa demikian kompleks yang meliputi berbagai dimensi
kehidupan dan melibatkan seluruh masyarakat bangsa dengan latar belakan sosial
budaya dan ekonomi sehingga memerlukan sistem dan proses manajemen pemerintahan
yang handal. Revitalisasi dan pembangunan sektor publik dewasa ini diarahkan
untuk mewujudkan birokrasi publik yang mampu mengelola tugas pemerintahan dan
pembangunan secara efisien, efektif,
responsif dan bertanggung jawab.
Reformasi administrasi publik
diarahkan pada pelaksanaan keseluruhan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan
yang didasarkan pada kebutuhan bagi peningkatan kecepatan efektifitas dan mutu
pelayanan sesuai dengan dinamika kemajuan masyarakat dan tantangan pembangunan.
Administrasi publik yang kuat juga mempunyai makna memiliki kredibilitas dalam
pemecahan berbagai permasalahan pemerintahan yang semakin kompleks secara
mendasar dan berkesinambungan, terutama dalam upaya mewujudkan peningkatan.
Kesejahteraan secara berkeadilan dan meningkatkan daya saing guna memantapkan
diri menghadapi era otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan daerah.
Dalam perspektif administrasi
publik, reformasi birokrasi publik harus menghayati posisi dan perannya serta
mengikuti perkembangan disiplin administrasi yang semakin maju. Kondisi ini diperlukan
dalam menghadapi kemajuan dan perubahan lingkungan strategis yang bersifat multidimensi.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya
birokrasi pemerintahan yang profesional, beretika, dan efektif dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya, serta dapat memenuhi tuntutan publik terhadap
kebutuhan pelayanan yang semakin berkualitas. Dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan
kepada masyarakat maka perlu disertai dengan pemahaman mengenai pentingnya
akuntabilitas atas setiap kebijakan dan tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah.
Masyarakat akan menuntut
birokrasi yang memiliki tanggung jawab dalam
mengemban tugasnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan kepentingan publik. Untuk itu dalam setiap pelaksanaan
tugas pemerintahan dan pembangunan birokrasi publik harus transparan dan akuntabel
dalam pelaksanaan fungsi manajemen pemerintahan seperti pengelolaan kebijakan
publik dan pelayanan publik. Kemerintahan yang baik merupakan suatu konsep yang
belakangan ini perkenalkan sejalan dengan adanya keinginan untuk memperbaiki manajemen
pemerintahan dan pengelolaan pembangunan masyarakat bangsa.
Secara kontekstual penerapan konsep ini lebih
dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik, yang menekankan pada
peranan manajer publik agar memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong peningkatan otonomi
manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol
yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan berusaha menciptakan pengelolaan manajemen publik
yang lebih baik, efisien, dan
efektif. Salah satu perspektif yang berkaitan dengan struktur pemerintahan yang
timbul dari adanya tata kepemerintahan yang baik adalah munculnya hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang
demokratis. Pemerintahan yang demokratis menjalankan tata pemerintahan secara
terbuka terhadap kritik dan kontrol dari masyarakat. Demikian pula
sebaliknya masyarakat terbuka dan
terbiasa menerima perbedaan pendapat.
Keterbukaan berarti ada
keinginan dan tindakan dari pemerintah untuk saling kontrol dan bertanggung
jawab. Dengan kata lain, pemerintah bisa bertindak demokratis apabila peran kontrol
yang dilakukan oleh masyarakat secara maksimal, proporsional, dan bertanggung
jawab. Transparansi tidak hanya
diperlukan bagi pemerintah tetapi juga bagi masyarakat, dan untuk masyarakat transparansi merupakan sarana akses
untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah. Salah satu kekhawatiran yang dianggap
fundamental terhadap pemerintahan
yang modern saat ini adalah usaha untuk mendorong
munculnya kebiasaan menggunakan kekuasaan dan otoritas yang dimiliki oleh
penyelenggaraan pemerintahan untuk kepentingan kehidupan masyarakat. Kebiasaan ini
harus selalu diingatkan kepada pemerintah akan wujud akuntabilitas ini. Terselenggaranya
kebiasaan perilaku pemerintah untuk melakukan akuntabilitas kepada
masyarakatnya merupakan dasar penting bagi terciptanya tata kepemerintahan yang
baik dan demokratis.
Dalam perkembangan dinamika kehidupan politik pemerintahan
dewasa ini, disadari baik secara internal maupun eksternal kehidupan dunia
birokrasi pemerintahan, terdapat isu sentral yang menjadi perhatian publik,
yaitu perlunya reformasi birokrasi publik dalam pengelolaan pemerintahan. Urgensi
reformasi berkaitan dengan adanya tuntutan akan pengelolaan pemerintahan
khususnya birokrasi pemerintah dalam menjalankan fungsinya, yaitu pelayanan
kepada masyarakat (services), membuat kebijakan atau ketentuan bagi kepentingan
masyarakat (regulation), dan mengupayakan
pemberd ayaan (empowerment). Melalui reformasi, masyarakat akan
dapat mengetahui sejauhmana kinerja birokrasi
pemerintah, disamping masyarakat d iletakkan pada kedudukan yang sesungguhnya,
yaitu sebagai pemilik pemerintahan.
Dinamika masyarakat sebagai
kekuatan sosial tidak dapat d iabaikan
dalam sistem kontrol
dan akuntabilitas publik, baik dalam penyelenggaraan pelayanan maupun
dalam pelaksanaan pembangunan. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
keterbukaan dan kebertanggungjawaban dari birokrasi pemerintahan. Kondisi dan
perkembangan masyarakat saat ini semakin dinamis sehingga sadar mengenai apa
yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga
negara dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Selain itu masyarakat
semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan, dan aspirasinya kepada
pemerintah. Dalam hubungan itu birokrasi dituntut melakukan revitalisasi dalam
menjalankan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya untuk mewujudkan
harapan publik. Karena itu dengan semangat demokratisasi juga membawa cakrawala
baru bagi birokrasi pemerintah untuk lebih responsif dalam rangka mempercepat
kemajuan masyarakat kearah yang lebih baik melalui pengembangan kemampuan
birokrasi publiknya.
Pembahasan
Dalam rangka memberikan
pelayanan yang maksimal maupun pengelolaan pembangunan kepada masyarakat maka
birokrasi harus terus memperbaharui diri dalam rangka memberikan penyeimbangan
terhadap spontanitas perubahan yang berjalan secara terus menerus. Bagaimanapun
juga birokrasi dituntut untuk selalu peka dalam merasakan spontanitas perubahan
sosial yang terus menerus terjadi dengan begitu cepat. Ketidak mampuan
birokrasi dalam menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi tentu akan menjadi
persoalan tersendiri bagi upaya birokrasi dalam mereformasi sistem
administrasinya. Untuk itu dalam proses reformasi ini dibutuhkan kemampuan dari
para birokrat itu sendiri. Tidak adanya kecakapan teknis dalam proses reformasi
administrasi tentu akan menjadi persoalan tersendiri dalam proses reformasi.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Dwiyanto bahwa rendahnya kemampuan
birokrasi merespon krisis akan memperparah krisis kepercayaan terhadap
birokrasi publik (2012:3).
Memang dalam konteks reformasi
administrasi muncul sebagai akibat dari adanya perubahan dari sistem
administrasi. Perubahan administrasi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas dari organisasi birokrasi dalam memberikan pelayanannya kepada
masyarakat. Reformasi administrasi ini bukan lagi sebagai sesuatu yang baru
dalam sistem administrasi saat ini karena reformasi administrasi ini telah
diperkenalkan ke banyak negara termasuk ke negara-negara sedang berkembang sebagai
suatu akibat dari adanya perubahan dalam sistem politik di Brasil, Ghana, dan
Tanzania, tindakan-tindakan terencana di bidang administrasi mengakibatkan
perubahan yang berarti di dalam diri aparatur pemerintah. Selain itu, reformasi
administrasi di banyak negara berkembang memperlihatkan peranan organisasi
internasional dan pemerintah negara asing sangat aktif untuk melakukan
perbaikan administrasi pemerintahan
melalui program bantuan teknis.
Pengalaman pelaksanaan reformasi administrasi di negara berkembang
tersebut melahirkan banyak premis. Dalam hubungan ini, Zauhar (1996 : 47)
melihat bahwa reformasi administrasi merupakan suatu pola yang penunjukan
peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam reformasi administrasi
perhatian lebih d icurahkan pada upaya
dan bukan semata-mata hasil. Secara internal tujuan reformasi adalah
untuk menyempurnakan atau meningkatkan kinerja. Adapun secara eksternal
yang berkaitan d engan masyarakat adalah
menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat,
Riggs (1986 : 94), melihat reformasi
atau pembaharuan dari dua sisi, yaitu perubahan struktur dan kinerja.
Secara struktural
adanya penggunaan diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran. Pandangan
ini didasarkan pada kecenderungan peran-peran yang makin terspesialisasikan dan
pembagian kerja yang makin tajam dan
intens dalam masyarakat modern. Adapun mengenai kinerja, ditekankan sebagai
ukuran bukan hanya kinerja yang lain atau organisasi secara keseluruhan. Pembaharuan administrasi meliputi tiga aspek, yaitu bahwa
suatu perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya, perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja dan
bukan terjadi secara kebetulan,
perbaikan yang terjadi bersifa jangka panjang dan tidak sementara. Dalam
perspektif yang berbeda, Dwiyanto (2012;69) melakukan analisis yang lebih
mutakhir mengenai keadaan administrasi dan mengungkapkan bahwa upaya memperbaiki
kinerja birokrasi pemerintahan harus meliputi sistem pemberian pelayanan yang
baik dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh
birokrasi secara efektif didayagunakan untu melayani kepentingan pengguna jasa.
Reformasi administrasi merupakan suatu
usaha sadar dan terencana untuk perbaikan
insitusi dan perbaikan perilaku
orang yang terlibat di dalamnya,
Zauhar (1996) berpandangan bahwa
tujuan dilakukannya reformasi administrasi adalah menyempurnakan tatanan, menyempurnakan
metode, dan menyempurnakan kinerja. Penyempurnaan tatanan, baik dalam
masyarakat modern, keteraturan merupakan kebajikan yang melekat d alam pemerintahan.
Kebanyakan reformasi administrasi yang dilakukan di negara-negara berkembang adalah
atas inisiatif para birokrat yang inspirasi pembaharuannya didasarkan pada
administrasi kolonial. Hal yang sama sebagaimana yang dikemukakan oleh Dwiyanto
bahwa sistem birokrasi pemerintahan yang dikembangkan pemerintah kolonial
justru sepenuhnya ditujukan untuk mendukung semakin berkembangnya pola
paternalistik yang telah menjiwai sistem birokrasi pada era kerajaan (2012;14).
Apabila yang ingin dituju adalah penyempurnaan tatanan maka tentunya
reformasi harus
diorientasikan pada penataan prosedur
dan kontrol. Penyempurnaan metode, para administrator merupakan pekerja teknis
yang mengetahui banyak tentang metode kerja. Sebagai akibatnya maka mereka harus fanatik terhadap metode. Karena itu apabila masyarakat semakin mend ukung
terhadap adanya administrator teknis maka administrator harus semakin fanatik terhadap metode. Tetapi
sebaliknya apabila masyarakat semakin berorientasi pada status maka semakin
berkurang tuntutan terhadap yang fanatik
pada metode. Salah satu manfaat yang
dapat diperoleh dari kejadian
seperti itu adalah mampu
merangsang diterimanya metode dan teknik
baru tersebut secara gradual, yang kemudian disusul dengan usaha untuk
menyebarluaskan metode yang ada keseluruh tatanan sistem administrasi.
Apabila tujuan utama reformasi
administrasi diartikan dengan baik dan secara efektif diterjemahkan ke dalam
berbagai program aksi yang memperbaiki implementasi program dapat meningkatkan
realisasi pencapaian tujuan. Perbaikan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam
substansi program kerjanya daripada penyempurnaan keteraturan maupun
penyempurnaan metode teknis administratif. Titik perhatiannya adalah pergeseran
dari bentuk ke substansi, pergeseran dari efisiensi keefektivitas kerja, pergeseran
dari kecakapan birokrasi kekesejahteraan masyarakat. Model administrasi seperti
inilah yang sulit dijumpai di kebanyakan negara berkembang. Dalam konteks ini
maka diperlukan hubungan yang saling mendukung dan bekerja sama agar reformasi
administrasi bisa terwujud dengan baik. Sehubungan dengan hal ini, Kilian mengemukakan
bahwa reformasi administrasi memerlukan hubungan yang saling mendukung dan saling
melengkapi antara nilai-nilai budaya dan keyakinan yang diterima
menginformasikan perilaku organisasi, strategi dan tindakan yang digunakan
untuk menghasilkan perubahan administrasi dalam organisasi.
Penekanan baru terhadap
kinerja program hanya akan ada apabila pemerintah negara sedan berkembang menginginkan
pembangunan sosial ekonomi yang sungguh-sungguh. Begitu keinginan seperti ini
muncul maka melahirkan pendekatan baru yang
mempunyai sifat yang khas dalam reformasi administrasi. Reformasi yang benar
yang seharusnya dilakukan di negara-negara sedang berkembang adalah yang bersifat
pragramatik. Salah satu unsur penting untuk memperbaiki administrasi dalam
hubungannya dengan masyarakat adalah mengembangkan akuntabilitas, karena
masalah akuntabilitas merupakan hakikat dari
upaya pembaharuan administrasi. Reformasi birokrasi nasional adalah penataan
ulang secara bertahap
dan sistematis dengan
correct dan perfect
atas fungsi utama pemerintah
demi kelancaran pendayagunaan
aparatur negara yang kualitasnya semakin
meningkat dan kenyal,
meliputi kelembagaan atau institusi yang efisien dengan tata
laksana yang jelas (transparan), diisi SDM yang
profesional, mempunyai akuntabilitas
tinggi kepada masyarakat
serta menghasilkan pelayan publik
yang prima (Tamin,
dalam Dharma2004, 25-26)
Birokrasi
adalah sebagai sebuah alat atau mesin pemerintah, administrasi negara, atau
administrasi publik merupakan keadaan yang central dalam membawa
kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah. Dimana
kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan ini kemudian diharapakan mampu
membawa perubahan menuju pemerintahan yang lebih baik sebagaimana yang
diungkapkan oleh Asmawi bahwa misi reformasi birokrasi adalah mewujudkan pemerintahan
yang baik (Good Governance) (2012;138). Sehubungan dengan kebijaksanaan atau
peraturan inilah maka mesin birokrasi ini dibutuhkan dalam sistem pemerintahan.
Birokrasi sebagai mesin pelaksana aturan maupun kebijakan yang dibuat dalam
proses pemerintahan maupun dalam proses reformasi administrasi. Karena itu, suatu
pemerintahan diperlukan karena merupakan konsekuensi logis dari adanya perbedaan
etnis, agama, dan institusi
sosial berbagai kelompok masyarakat disuatu negara. Hadirnya birokrasi disini
adalah memediasi perbedaan-perbedaan yang ada karena birokrasi sifatnya netral
dalam proses pelayanan. Sebagai komponen yang netral yang membawa keputusan
atau kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, birokrasi dituntut lebih memiliki
profesionalisme yang tinggi daripada kemampuan untuk berpolitik (Utomo,
2012;211)
Berbeda
dengan apa yang dikemukakan oleh Utomo, Tome mengemukakan bahwa birokrasi
adalah organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang di duduki oleh pejabat
yang ditunjuk atau diangkat, disertai aturan kewenangan dan tanggung jawabnya
dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat (2012;13).
Karena birokrasi adalah pejabat yang ditunjuk maka mereka tidak memiliki
kewenangan penuh dalam mengeksekusi setiap kebijakan dalam proses menjalankan
pelayanan publiknya. Karena itu dalam menjalankan fungsi reformasi administrasi
publik, dukungan pemberi mandat memiliki peluang yang besar dalam mewujudkan
reformasi administrasi.
Fungsi
pelayanan dan pengaturan umum dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
perlu didistribusikan secara sentral dan lokal agar dapat aspiratif, baik terhadap
kepentingan nasional maupun terhadap heterogenitas daerah. Secara fundamental
pemberian penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan daerah dimaksudkan untuk
mengoptimalkan fungsi pemerintahan secara
berdaya guna dan berhasil guna,
yang meliputi pemberian pelayanan, peningkatan kemampuan masyarakat, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kehadiran pemerintahan dan keberadaan pemerintah
adalah sesuatu yang urgen bagi proses kehidupan masyarakat. Untuk itu,
kehadiran pemerintah pada dasarnya untuk mengatur dan melindungi masyarakat
warganya agar senantiasa dalam keadaan aman dan tertib.
Desentralisasi pada dasarnya
mempunyai makna bahwa
melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semula
termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat sebagian diserahkan
kepada pemerintah daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya sehingga beralih
dan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah. Keberadaan
pemerintah daerah akan memperbesar akses setiap warga negara untuk berhubungan langsung
dengan pemimpinnya, dan sebaliknya
pemimpin daerah akan memperoleh kesempatan yang luas untuk mengetahui potensi sumber daya, masalah dan
kebutuhan daerahnya. Dalam perkembangannya,
pemerintah d aerah kemudian dipandang sebagai organisasi pemerintahan
berbasis geografis tertentu yang ada d
alam suatu negara tertentu. Sebagai suatu komponen dari suatu negara berdaulat,
pemerintah daerah berfungsi memberikan pelayanan publik dalam suatu wilayah
tertentu. Selain itu, kewenangan untuk menjalankan fungsi pelayanan did
istribusikan secara lokal, sejalan dengan meningkatnya profesionalisme,
pelayanan yang lebih baik, kepemimpinan, dan administrasi yang lebih efisien.
Dengan demikian pemerintah daerah
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam menyatukan masyarakat di
suatu daerah tertentu yang berfungsi saling menunjang maupun dalam hubungannya
dengan aspirasi warga masyarakat. Pemerintah daerah pada dasarnya merupakan
sarana bagi warga masyarakat daerah untuk dapat mencapai kesejahteraan hidup. Pemerintahan yang baik
akan terus memperkuat legitimasinya dengan
cara memberi inspirasi kepada
rakyat tentang bagaimana mengejar
kemajuan, memberi pelayanan yang adil, menyelesaikan konflik
kepentingan yang besar serta memberi arahan mengenai cara terbaik untuk
mempercepat terwujudnya harapan masyarakat akan kesejahteraan sosial ekonomi.
Untuk membangun pemerintahan yang baik, maka perlu diprioritaskan pada tiga
dimensi yaitu dimensi politik,
hukum, dan administrasi. Setiap dimensi harus didekati dengan
perspektif sistem yang mengharuskan terlibatnya komponen-komponen kebijakan dan
pelaksanaannya (Rasyid, 1997).
Dimensi politik dalam pemerintahan
mengacu pada landasan pokok bagi kehadiran pemerintahan itu sendiri yang
dalam ilmu politik
dikenal dengan istilah keabsahan.
Dalam konteks ini berlaku asumsi bahwa
legitimasi ditentukan oleh tingkat penerimaan. Dimensi hukum dari pemerintahan
berkenaan dengan jaminan kepastian hukum kepada semua pihak. Hal ini penting
karena negara atau pemerintahan pada dasarnya adalah sebuah sistem hukum. Dimensi
administrasi dari pemerintahan juga
perlu terus dibangun. Karena itu diperlukan
administrasi yang baik, organisasi yang efisien, aparatur yang memiliki
kompetensi, serta budaya administrasi yang melayani dan memberdayakan
masyarakat.
Sebuah kendala yang umum dan
menghambat proses reformasi administrasi adalah persoalan politik. Aktor-aktor
dalam birokrasi merupakan aktor yang ditunjuk, karena posisi yang mereka
dapatkan karna hasil penunjukan maka tentunya mereka dikuasai oleh pihak yang
menunjuk mereka. Jadi dalam konteks ini ada semacam ikatan dalam diri para
birokrat itu sendiri. Utomo mengungkapkan bahwa secara teoritik, konsepsional
sering dikatakan, bahwa tidaklah mudah untuk mengubah atau mereformasi
birokrasi atau birokrat. Hal ini disebabkan oleh karena para birokrat atau
birokrasi terikat oleh political authority, diorganisir secara hierarkis dan
birokratis serta memiliki monopoli (2012;206).
Penutup
Birokrasi publik dewasa ini
menghadapi suatu kecenderungan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan sebagai
akibat adanya globalisasi dan otonomi daerah. Dalam manajemen pemerintahan,
sebuah perubahan dan pembaharuan sangatlah diperlukan agar pemerintah
senantiasa dapat mengakomodasi kebutuhan perubahan dalam masyarakat dan
memungkinkan administrasi publik menata kembali kehidupan masyarakat. Hal
tersebut tidak bisa dihindari mengingat spontanitas perubahan yang begitu cepat
dalam kehidupan sosial dimana hal tersebut juga sangat mempengaruhi tatanan
pemerintahan.
Salah satu kecenderungan akan perlunya birokrasi publik melakukan
reformasi bahwa birokrasi pemerintah daerah harus semakin terbuka dalam hubungannya dengan kepentingan
publik. Dengan kata lain birokrasi
pemerintah daerah dapat menjadi lebih fleksibel
sehingga dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan.
Dengan adanya reformasi sektor publik diharapkan dapat mendorong terwujudnya tata
kelola kepemerintahan yang baik,
memperbaiki kinerja dan memperbaiki praktek administrasi yang tidak sehat
(mal adminsitration) dalam sistem pemerintahan.
Daftar Pustaka
Rewansyah. Asmawi. 2012. Reformasi
Birokrasi Dalam Rangka Good Governance. Rizki Grafis. Jakarta Timur.
Riggs. F.W. 1986. Administrasi
Pembangunan. Jakarta. Rajawali.
Zauhar, S. 1996. Reformasi
Administrasi: Konsep, Dimensi dan Strategi. Jakarta. Bumi Aksara.
Keban, Yeremias. T. 2008. Enam Dimensi
Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Gava Media. Yogyakarta.
Utomo, Warsito. 2012. Administrasi
Publik Baru Indonesia. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
Rasyid . R.M.1996. Makna
Pemerintahand. Jakarta. Yasrif Watampone.
Dwiyanto, Agus. 2012. Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia. Gajah Mada University Press.
Killian, Jerri. The Missing Link In
Administrative Reform: Considering Culture.
Tome, Abdul Hamid. 2012. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka
Mewujudkan Good Governance di Tinjau Dari Peraturan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010. Vol. XX/No. 3 April-Juni 2012.
Septiyani. Rridiyah dan Dharma Swastha
Reformasi Birokrasi Setengah Hati (Etika Aparatur Negara yang Terlupakan) dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar